Mendengarkan NOAH – Separuh Aku, sungguh membuat aku
mengingat satu nama yang sudah sangat lama aku kenal dan sangat kurindukan
memelukmu dalam raga, bukan jiwa semata seperti yang selama ini kulakukan
setiap saat. Saat dimana aku melewati jalan ini ratusan bahkan sudah ribuan
kali kulewati dan selalu aku bertemu wajah – wajah baru yang terus saja
memberikan senyum untukku yang tak pernah aku tau maknanya tetapi tetap saja
mereka berikan dan tanpa pernah berhenti. Mungkin mereka hanya ingin menyampaikan
pesan ilalang atau pesan dari rumput yang bergoyang bahwa seseorang disana
merindukanmu sekarang. Kalimat yang hanya bisa disampaikan kepada mereka untuk
mereka kabarkan kepadaku disini, jauh dari tempat dimana dia berada sekarang.
Ataukah pesan dari Tuhan yang mereka terima sebagai ilham atas berdetaknya
jantung dan berfungsinya hati mengalirkan cairan merah darah yang dititipkan
dalam roh untuk mereka wujudkan dalam setiap senyum mereka kepadaku, pesan yang
hanya ingin mengatakan bahwa setiap manusia itu memiliki jodoh masing – masing
dan hanya Sang Khaliq saja yang tau siapa dan dimana aku akan bertemu dan untuk
sekarang doamu ada dalam tanganNya hanya menunggu saat tepat untuk dikabulkan
dan aku hanya diminta untuk terus bersabar dalam hidup yang aku jalani
sekarang.
Beribu hari yang telah terlewati, adalah beribu
tusukan badik tajam dalam tubuhku yang meninggalkan luka menganga yang masih
saja terbuka dan berdarah. Luka yang tak akan pernah berhenti dan akan terus
terulang dan bertambah jumlahnya seiring hari yang aku lewati. Luka yang
mengingatkan diriku bahwa seseorang disana memiliki luka yang sama dan dalam
jumlah yang sama, yang membedakan hanyalah lukaku jauh lebih dangkal dan tidak
sedalam luka yang ditinggalkan ditubuhnya disana. Dan itu sungguh
meremukredamkan hatiku yang aku tangisi setiap hari dalam setiap hembusan
nafasku saat jiwaku memeluk jiwamu dalam sisi terdalam hatiku, hanya sekedar
mengatakan “sungguh, aku sangat menyayangimu. Tak akan tergantikan dirimu
disini ditempat dimana hanya kamu yang bisa mengisinya” dan itupun tak
membuat ragaku menjadi lebih baik.
Seperti dalam DEWA 19
- Kirana, aku juga ingin kau sadari…aku tak pernah tahu kenapa aku
dilahirkan kedunia. Yang aku tahu, aku dilahirkan disini tidak untuk menjadi
algojomu, tidak juga untuk membuat jiwamu mati meskipun ragamu telah dimatikan
oleh yang lainnya. Tapi aku tidak seperti itu. Aku hanya terlahir dalam air
suci, jernih dan mengalir dalam setiap darahku, tapi aku hidup dalam kubangan
lumpur yang tak bertepi dan tak pernah tersadar untuk kembali membangkitkan
imanku sama seperti dulu disaat aku masih berada dalam surau itu. Suara adzan
yang mengalun lirih, menyayat hatiku mendidihkan darahku yang berteriak
kesetanan dalam balutan doa “ampuni aku Tuhan karena menyakiti hatinya,
biarkan aku terima sakit dan pedih ini tapi bahagiankanlah dia. Jangan Kau
lihat aku, tapi terangilah dia dalam cahayaMu…biarkan luka, dan pedihnya
untukku”
Lama…lama sekali sungguh aku tak melihat ragamu, yang
aku lihat hanya jiwamu. Dan aku ingin memeluk ragammu Kirana, raga suci yang
terlahir dalam balutan doa bahagia Ayah Bunda tercinta. Satu yang tersisa, “Mengapa
kau tiupkan nafasku kedunia? Hidup tak kusesali mungkin kutangisi, kuingin
rasakan cinta”. Sebait lagu yang menjadi sejuta tanya dan sebait doa
untukku. Sementara itu, kau disana dengarlah laraku, suara hati ini memanggil
namamu karena separuh aku adalah dirimu.
Disini, aku mencoba mengurai kehendak Tuhan dalam
tubuhku yang mulai tak sanggup lagi menerima tikaman badik yang menghujamku
setiap waktu, sementara jiwaku masih mendekap erat jiwa indahmu yang sangat
sempurna. Kebersamaan raga, hanya tinggal menunggu waktu dalam takdir Ilahi.
Aku disini, terpaku dan terlalu lemah untuk berteriak lantang menyuarakan
sungguh betapa aku menginginkan ragamu. Entah bagaimana caranya agar engkau
mengerti, bahkan bahasa tubuhkan dalam ekspresi gelombang yang ditangkap oleh
angin yang akan dikabarakan oleh ilalang dan rumput yang bergoyang, disini aku
dalam munajat kepada Rabbku “tunggulah aku untuk memeluk ragamu dan tak akan
pernah aku lepaskan lagi”.
Mungkin juga kau tak akan pernah mengerti semuanya,
hanya saja harapan sang Pungguk bukan lagi sang Bulan..tapi sang Pungguk
mungkin sudah rasional, serasional kodrat air yang akan selalu mengalir dari
tempat yang tinggi ke tempat yang lebih rendah tanpa harus menunggu perintah
karena memang sudah diperitahkan oleh Komandan Tertinggi jauh sebelum air
diciptakan. Begitulah aku, sang Pungguk yang telah rasional tak Cuma hanya bisa
memandang sang Bulan, iapun berdoa dan bersekolah. Aku ada disini, dan kau
disana pahamilah bahwa kau tak pernah sendiri karena aku ada didekatmu selalu
saat kau terjatuh, dan aku ingin kau sadari bahwa cintamu bukan dia, tapi aku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar