Pada
setiap perusahaan pasti akan memikirkan dan melakukan aktifitas dengan mengeluarkan
biaya sedikit akan tetapi akan mendapatkan hasil dari tindakanya keuntungan
yang berlimpah. Begitupula dalam prinsip ekonomi. Prinsip ekonomi merupakan
pedoman untuk melakukan tindakan ekonomi yang didalamnya terkandung asas dengan
pengorbanan tertentu diperoleh hasil yang maksimal. Prinsip ekonomi adalah
dengan pengorbanan sekecil-kecilnya untuk memperoleh hasil tertentu, atau dengan
pengorbanan tertentu untuk memperoleh hasil semaksimal mungkin. Dan kebanyakan
perusahaan akan mengaplikasikan ini untuk mengejar keuntungan yang lebih besar.
Begitu
juga dalam ketenagakerjaan, meskipun peraturan ketenagakerjaan sudah disahkan
sejak tahun 2003 yang tertuang dalam Undang – Undang Ketenagakerjaan No 13
Tahun 2003 sudah jelas mengatur hubungan dan seluk beluk yang berkaitan dengan
hubungan industrial dan ketenagakerjaan, tetap saja tidanakan dan motif ekonomi
menjadi dasar munculnya prinsip ekonomi dalam hubungan kerja karyawan. Perusahaan
pasti akan menginginkan karyawan lebih baik mengundurkan diri daripada
perusahaan harus mem-PHK karyawan, sebab nilai nominal uangnya jauh lebih
sedikit apabila karyawan mengudurkan diri dibandingkan dengan PHK oleh
perusahaan. Dalam Undang – Undang Ketenagakerjaan (UUK) pasal 162 ayat (1)
Pekerja/buruh yang mengundurkan diri atas kemauan sendiri, memperoleh uang
penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 146 ayat (4). Dimana ketentuan Pasal 156
ayat (4) menyatakan bahwa penggantian hak yang seharusnya diteima meliputi
komponen :
1. Cuti Tahunan yang belum diambil dan
belum gugur
2. Biaya atau ongkos pulang untuk
pekerja/buruh dan keluarganya ketempat dimana pekerja/butuh diterima kerja
3. Penggantian perumahan serta
pengobatan dan perawatan ditetapkan 15% dari uang pesangon dan atau uang
penghargaan masa kerja bagi yang memenuhi syarat
4. Hal-hal yang ditetapkan dalam
perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.
Hal tersebutlah
yang menjadi hak karyawan apabila karyawan mengundrukan diri, jauh dibandingkan
bila karyawan yang di PHK karena mendapatkan pesangon yang diperhitungkan dari
Gaji Pokok dan Tunjangan Tetap dikalikan dengan factor pengali sesuai masa
kerja. Atas dasar itulah maka banyak perusahaan dan pelaku usaha yang mencoba
bagaimaan caranya agar karyawan mengundurkan diri tanpa harus di PHK oleh
perusahaan.
Dalam
PHK karyawan pun bukan berarti tanpa masalah, banyak masalah yang muncul dalam
PHK terutama mengenai pola perhitungan dan factor pengali untuk pesangon, karena
beda alasan pemutusan kerja ada kemungkinan juga berbeda factor pengalinya. Karyawan
yang di PHK oleh perusahaan karena karyawan terbukti melakukan kesalahan berat,
maka tidak berhak atas pesangon dan uang penghargaan masa kerja (Pasal 158 UUK),
hanya mendapatkan sisa hak sebagaimana karyawan mengundurkan diri. Apabila PHK
dilakukan oleh perusahaan dengan alas an perusahaan melakukan efisiensi maka pesangon
akan diperhitungkan sesuai aturan UUK Pasal 156 ayat (2) kemudian dikalikan
lagi dengan 2 sesuai UUK Pasal 164 ayat (3) dan penghargaan masa kerja akan
dihitung sesuai masa kerja. Dan masih ada beberapa alas an lagi yang
menyebabkan perhitungan dan factor pengalinya berbeda apabila karyawan di PHK
oleh perusahaan.
PHK
akan jadi masalah apabila pola perhitungan antara karyawan yang satu dengan
karyawan yang lain berbeda perhitungannya akan tetapi dengan alasan PHK yang
sama. Biasanya ini terjadi apabila pihak perusahaan melihat adanya peluang
untuk melakukan hal tersebut karena beberapa factor, antara lain :
1. Karyawan tidak memahami UUK
2. Tingkat pendidikan karyawan rendah
3. Karyawan mudah diintimidasi
4. Karyawan melakukan kesalahan yang
menyebabkan kerugian kepada perusahaan, dll.
Akan
tetapi apapun masalahnya yang menjadi dasar PHK perusahaan kepada karyawan
seharusnya karyawan tidak menjadi korban dan masih harus mendapatkan hak-hak
nya sesuai peraturan yang berlaku dan apabila dilakukan secara bersama – sama dengan
beberapa karyawan yang lain, mereka memiliki pola perhitungan yang sama.
Dalam
konsiderans “menimbang” UUK disebutkan bahwa “perlindungan terhadap tenaga kerja dimaksudkan untuk menjamin hak-hak
dasar pekerja/buruh dan menjamin kesamaan kesempatan serta perlakuan tanpa
diskriminasi atas dasar apapun untuk mewujudkan kesejahteraan pekerja/buruh dan
keluarganya dengan tetap memperhatikan perkembangan kemajuan dunia usaha.” Ditegaskan
pula dalam Pasal 6 UUK sebagai berikut: “Setiap
pekerja/buruh berhak memperoleh perlakuan yang sama tanpa diskriminasi dari
pengusaha.”
Untuk
memahami arti dari istilah diskriminasi, kami merujuk pada Konvensi ILO No. 111
Mengenai Diskriminasi Dalam Hal Pekerjaan dan Jabatan yang telah disahkan
dengan UU No. 21 Tahun 1999. Dalam Konvensi tersebut istilah diskriminasi
meliputi:
a.
setiap
pembedaan, pengecualian, atau pengutamaan atas dasar ras, warna kulit, jenis
kelamin, agama, keyakinan politik, kebangsaan atau asal-usul sosial yang
berakibat meniadakan atau mengurangi persamaan kesempatan atau perlakuan dalam
pekerjaan atau jabatan;
b.
perbedaan,
pengecualian atau pengutamaan lainnya yang berakibat meniadakan atau mengurangi
persamaan kesempatan atau perlakuan dalam pekerjaan atau jabatan sebagaimana
ditentukan oleh anggota yang bersangkutan setelah berkonsultasi dengan wakil
organisasi pengusaha dan pekerja jika ada, dan dengan badan lain yang sesuai.
Istilah
"pekerjaan" dan "jabatan" dalam konvensi ini meliputi juga
kesempatan mengikuti pelatihan keterampilan, memperoleh pekerjaan dan jabatan
tertentu, dan syarat-syarat serta kondisi kerja.
Jadi,
apabila diskriminasi terjadi, sungguh sangat disayangkan, karena UUK pun sudah
menegaskan agar tidak terjadi diskriminasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar